Indonesia Berduka

12 Feb 2011

Ibu Pertiwi bersedih. Indonesia menangis. Bencana demi bencana melanda nusantara. Waisor rontok digulung banjir. Mentawai remuk diguncang tsunami. Ribuan orang mengungsi dan beberapa di antaranya tewas terbungkus debu gunung Merapi. Termasuk tokoh tradisional, Mbah Marijan.
Akhirnya kita harus sadar bahwa, ada kekuatan lain yang tak bisa dilawan. Kekuatan alam. Alam tampaknya punya watak tersendiri. Dia bertindak tanpa pandang rambut. Sewaktu-waktu, tindakannya dapat saja melenyapkan segalanya. Bahkan “milik”nya sendiri, bumi dan segala yang ada di atasnya remuk bagai bubur kacang ijo.
Kenapa alam sesekali begitu anarkis terhadap dirinya. Adakah ini sebuah protes sebagaimana mahasiwa menolak kenaikan BBM dan peyimpangan birokrat? Jawabnya mungkin beragam. Boleh ilmiah, juga metafisika. Tapi jangan kesusu memvonis Tuhan. Sebab Sang Pencipta tentu tidak sedang bereksperimen membuat lalu menghancurkan ciptaanNya. Sang Pemurah mungkin juga tak suka naik pitam menghardik tanpa pandang bulu. Sang Maha Kuasa, tentu tidak pernah arogan menunjukkan keperkasaanNya. Tuhan Maha Pengasih. Sehingga amat ceroboh menuduhNya sebagai pelaku, setiap kita menghadapi petaka.
Setiap kita kena cilaka, dalam kepanikan sering kali kita tergesa-gesa mencari sebab. Padahal yang kita hadapi adalah sebuah sebab itu sendiri. Sebab hutan kita sulap menjadi lemari, maka erosi. Sebab kita butuh pendingin, kita bikin AC. Sebab kita tak suka bau ketiak, kita cipta parfum, maka ozon jadi bolong. Sebab kita berlomba membuat membuat bangunan bertingkat berselimut carmin, pemanasan global tak terhindarkan. Maka es batu di kutub mencair, permukaan laut meningkat. Sehingga guncangan kecil saja membawa tsunami. Sebab, pertumbuhan penduduk tak terbendung, bumi pun sesak dengan manusia beserta segala assesori, dan keinginan yang tak seragam. Maka apa pun kita hantam atas nama kemajuan dan kebutuhan.
Akhirnya kita perlu sadar bahwa, manusia mungkin lepas kendali. Sebab kita (muslim) hanya punya “moratorium” untuk mengendalikan diri selama sebulan ketika ramadhan. Selebihnya sebelas bulan kita punya waktu lagi untuk bertindak denga nafas otonomi seluas-luasnya. Barangkali, sebab kita punya kekebasan, yang tidak mampu digunakan dengan baik, maka kita cilaka. Kalau itu salah, mari cari jawaban lain supya manusia terhindar dari malapetaka.
Source : http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/self-publishing/2067512-indonesia-berduka/
<< tugas UTS mata kuliah Bahasa Indonesia >>

0 komentar:

Posting Komentar

IP

Terimakasih Sudah Berkunjung..
©
 
 
 

About Me

Foto Saya
Raditz Rastogi
Malang, Jawa Timur, Indonesia
Thanks for visiting my blog,.
Lihat profil lengkapku