TRIBUNNEWS.COM – Aksi penipuan berkedok mendirikan negara Islam yang dilakukan kelompok tertentu seperti yang terjadi di Jakarta, merambah Malang dengan korban para mahasiswa. Saat ini yang sudah menjadi korban adalah 11 mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).
Sedangkan kampus-kampus lain di Malang yang diperkirakan mahasiswanya juga menjadi korban belum merilis kejadian itu. Namun, berdasarkan keterangan para mahasiswa UMM yang pernah menjadi korban, di antara mereka yang telah dibaiat kelompok itu juga berasal dari berbagai perguruan tinggi di Malang seperti Universitas Brawijaya (UB).
Versi UMM, mahasiswanya yang menjadi korban penipuan berkedok agama ini ada 11 orang dan hingga kini tinggal seorang saja yang belum diketahui keberadaannya. Namun, versi lain ada dua mahasiswa UMM yang hingga kini hilang karena diduga ikut kelompok ini. Keduanya adalah Mahatir Rizki (19) dan Agung Arief Perdana Putra, mahasiswa Fakultas Teknik UMM.
Mahasiswa UMM lainnya yang pernah dibawa ke Jakarta untuk mengikuti proses pembaiatan antara lain, MY, MR, FZ, RE, dan AP. Sedang mahasiswa UMM yang sempat ‘dicuci otaknya’ di mal terkenal di Kota Malang dengan doktrin-doktrin berkedok agama, antara lain, RD, MH, WD, RY, dan MK.
“Kami dari PMII merasa ikut prihatin dengan kejadian ini karena salah satu korban yang hilang yaitu Mahatir Rizki adalah kemenakan alumnus PMII Malang. Hingga kini Mahatir Rizki belum ditemukan,” kata Bagyo Prasasti, Majelis Pembina Cabang (Mabincab) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Malang, Senin (18/4/2011).
Menurut Bagyo, informasinya kejadian ini terbongkar pihak kampus UMM setelah seorang mahasiswa MH yang menolak direkrut ke dalam kelompok itu menagih utang Rp 300.000 ke Agung Arief Perdana Putra. Jengkel uang tidak kunjung dikembalikan, MH menanyakan apakah uang itu untuk disumbangkan ke lembaga radikal.
Ungkapan MH itu didengar teman sekelasnya hingga Agung dipukul teman sekelas karena dianggap bersalah. Agung kemudian diserahkan ke Satpam kampus sebelum akhirnya ditangani pihak kampus. Dari klarifikasi Agung ke pihak kampus, aksi penipuan berkedok agama ini akhirnya terungkap. Namun, seusai klarifikasi, Agung yang sudah dibaiat oleh kelompok ini menghilang sampai sekarang.
“Mengetahui gonjang-ganjing di kampus terkait masalah ini, Mahatir Rizki yang diduga juga sudah dibaiat ikut menghilang sampai sekarang,” kata Bagyo.
Mata tertutup
Perekrutan oleh anggota kelompok radikal ini di Malang terjadi mulai Oktober 2010. Dua orang bernama Fikri alias Feri alias Dani dan Adam alias Muhayin datang ke Malang. Informasinya Fikri berasal dari Cilacap, sedang Adam dari Lampung.
Di Malang, keduanya merekrut MY, mahasiswa Farmasi UMM. Diduga Fikri dan Adam tidak hanya mengajak MY, tetapi juga mahasiswa dari berbagai kampus di Malang. Dugaan ini muncul karena belakangan muncul nama Irfan dan Desi dari Universitas Brawijaya juga ikut hijrah dan dibaiat di Jakarta pada Desember 2010.
Menurut para mahasiswa UMM yang telah dibaiat dan kini mulai insyaf setelah dibina pihak rektorat, perekrutan dilakukan di tempat-tempat yang nyaman seperti resto-resto di mal terkenal di Kota Malang. Di tempat ini mereka beraksi dengan memengaruhi para korban dengan kedok agama. Para korban diajak diskusi dan kemudian didoktrin bahwa semua amal ibadahnya tak bisa diterima kalau tak melakukan hijrah (berpindah). Hijrahnya adalah dari warga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menjadi warga kelompok misterius yang diduga radikal itu. Apabila, dia tidak hijrah tak akan pernah datang yang namanya kebangkitan Islam.
MH, mahasiswa UMM yang indekos di Jl Tlogomas yang sempat ‘dicuci otaknya’ oleh kelompok ini membenarkan cekokan doktrin itu. Namun, MH meragukan doktrin itu dan menolak saat diajak ke Jakarta. “Saya dua kali didoktrin di resto salah satu mal di Kota Malang. Ketika itu, saya diminta menggadaikan laptop untuk biaya baiat di Jakarta. Agar terlepas dari jeratan mereka, saya pura-pura menyetujui. Namun setelah di tempat kos, saya meragukan doktrinnya dan tegas menolak ajakan mereka,” kata MH yang asal Kota Bima, NTB ini. Sejak saat itu, para perekrut tak pernah lagi menghubunginya.
Biasanya setelah korban termangsa dengan doktrin ini, perekrut kemudian membawa korban ke Jakarta melalui darat dengan biaya yang ditanggung korban sebesar Rp 1,5 juta. Korban dari Kota Malang dinaikkan bus lewat Surabaya dan selanjutnya menuju Jogjakarta. Dari Jogjakarta kemudian dibawa ke Jakarta naik kereta api (KA) turun di Stasiun Senin.
Dari stasiun Senin korban diajak naik kendaraan Kopaja menuju di suatu tempat yang tak dapat diidentifikasi korban. Di tempat ini sebuah mobil pengangkut korban sudah menunggu untuk dibawa ke markas mereka. Untuk menguji kesetiaannya, selama perjalanan ke markas pertama mata korban ditutup kain, sehingga korban tak mampu mengenal alamat markas itu.
Di tempat ini korban didoktrin kembali sebelum akhirnya dibaiat di tempat markas kedua. Selama perjalanan dari markas pertama dan kedua mata korban juga ditutup kain. Setelah sukses memangsa korban, perekrut meminta korban uang perjuangan berkedok infak dengan besaran bervariasi antara Rp 10 juta sampai Rp 30 juta.
Untuk mendapatkan uang itu, para korban diminta berbohong kepada orangtuanya bahwa dia telah menghilangkan laptop temannya. Uang kiriman dari orangtua untuk mengganti laptop temannya yang hilang itulah yang kemudian diserahkan ke perekrut.
Hilangnya Mahatir Rizki ini sempat membuat keluarganya di Kelurahan Sadia, Kecamatan Meunda, Kota Bima, cemas. Pasangan suami istri Abdul Munthalib dan Rustinah ini sangat khawatir anak keduanya dari empat bersaudara ini akan hilang selamanya. “Mereka juga cemas anaknya direkrut orang-orang tak bertanggungjawab, apalagi akhir-akhir ini sering muncul pemberitaan tentang teroris, baik di media cetak maupun elektronik,” kata Ismed Jayadi (35), paman Mahatir Rizki.
Diungkapkan Ismed, kemenakannya Rizki menghilang dari tempat kosnya di Jl Kembang Turi Kota Malang seusai ayahnya, Abdul Muntalib, membesuknya ke Kota Malang pada 25 Maret 2011. Namun, Agung dan Rizki mulai tidak dijumpai di kampus sejak 19 Maret 2011. Karena itu, kedua paman Rizki yaitu Ismed Jayadi dan Yudi Ardiansyah (35) diminta oleh Abdul Muntholib untuk menelusuri keberadaan Rizki.
Setelah berhari-hari menelusuri jejak Rizki tak kunjung ketemu, akhirnya Ismed dan Yudi meminta tolong ke Mabincab PMII Kota Malang. Selain itu, mereka juga melapor ke Mapolresta Malang. Laporan mereka diterima Brigadir Wiwit Santoso dengan nomor laporan K/LP/514/IV/2011/Res Malang Kota tertanggal 12 April 2011. “Polisi berjanji akan ikut membantu mencarinya,” kata Ismed.
Menurut Ismed, Rizki terakhir kali menelepon orangtuanya beberapa waktu lalu. Dia sempat meminta uang Rp 20 juta dengan alasan untuk mengganti laptop temannya yang hilang. Untuk memperkuat alasan itu, biasanya Desi yang mengaku mahasiswa Universitas Brawijaya kemudian telepon ke orangtua korban dan menyatakan laptopnya dihilangkan korban.
Rektor UMM, Prof Dr Muhadjir MAP, mengaku sudah meminta Pembantu Rektor III, Joko Widodo, untuk menangani masalah ini. Dihubungi Surya terpisah, PR III UMM Joko Widodo mengatakan bahwa seluruh mahasiswa UMM itu merupakan korban penipuan. Menurutnya, mahasiswa UMM yang menjadi korban penipuan ini sebanyak 11 orang, dan 10 di antaranya dalam proses penyembuhan psikis, sedang seorang lagi masih belum diketahui keberadaannya.
Ditanya mengapa masalah ini tak dilaporkan ke polisi, Joko Widodo, menyatakan fokus dia saat ini adalah melakukan penyembuhan psikis mereka. Kalau dilaporkan ke polisi justru akan semakin membuat mereka ketakutan, padahal semuanya itu menjadi korban. “Kini mereka mulai insyaf, meski belum 100 persen. Kami khawatir apabila dilaporkan, usaha kami selama dua minggu untuk menyadarkan mereka akan menjadi sia-sia,” ungkap Joko Widodo.
Sementara itu, kendati kelompok yang beroperasi di Malang itu tidak menyebut identitas organisasi mereka secara jelas, Direktur NII Crisis Center (NCC) Ken Setyawan meyakini bahwa kelompok yang mencuci otak para mahasiswa itu adalah anggota Negara Islam Indonesia (NII). Ken yang mengaku juga pernah menjadi korban NII dan kini mendirikan NCC mengatakan pihaknya telah menerima laporan banyak kasus pencucian otak di Malang. “Melihat polanya saya yakin pelakunya adalah NII. Kami telah menerima sedikitnya empat laporan kasus,” kata Ken ketika dihubungi Surya, Senin (18/4) malam. NCC adalah lembaga rehabilitasi para korban NII yang didirikan oleh para mantan anggota NII yang telah insaf.
NCC telah menangani lebih dari 1.000 korban NII. Ken meyakini kasus di Malang sama persis yang dialami Laila Febriani (Lian), calon pegawai negeri sipil (CPNS) di Bagian Tata Usaha, Ditjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan. Lian ditemukan hilang beberapa hari. Saat ditemukan 8 April lalu, Lian dalam kondisi menyedihkan. Ia hilang ingatan. Jangankan ingat keluarganya, namanya sendiri bahkan ia lupa. Yang dia tahu namanya Maryam bukan Lian.
Mabes Polri sampai saat ini belum menemukan indikasi keterkaitan NII dalam kasus Lian maupun sejumlah kasus pencucian otak. Meski demikian Mabes Polri memerintahkan semua Polda agar aktif menyelidiki kasus NII.
Sumber : http://komisikepolisianindonesia.com/
0 komentar:
Posting Komentar