Seorang tetua Muslim menyiapkan suaranya menggunakan alat Pemilu elektronik (Berita SuaraMedia) |
Sesaat setelah kementerian dilantik beberapa bulan yang lalu, kantor Perdana Menteri meminta kementerian pendanaan minoritas untuk merancang rencana mendetail untuk membantu kaum minoritas, bersamaan dengan laporan status perkembangan kaum minoritas yang lainnya.
"Perdana Menteri nampaknya sangat serius membicarakan permasalahan ini dan kami sangat terkejut niat baiknya," sumber dari dalam kantor Perdana Menteri yang tidak mau disebutkan namanya dalam menyatakan pada koran Sangbad Pratidin.
Zafarul Islam Khan, presiden dari Majlis Musyawarat Muslim Seluruh India, organisasi Muslim terbesar di India, menyatakan bahwa pembelengguan suara kaum Muslim beberapa negara seperti Assam, di beberapa bagian dari negara tersebut, untuk koalisi kongres UPA, diharapkan akan menambah penderitaan umat Muslim. "Muslim percaya bahwa kali ini UPA akan mengupayakan sesuatu yang lebih mengimplementasikan rekomendasi dari komite Sachar dan Komisi Ranganath Mishra," menurut Khan.
Komite Sachar, didirikan oleh Kongres dan dibicarakan dalam Parlemen pada 2006, melaporkan bahwa umat Muslim di India dipandang sama rendahnya seperti Hindu dengan Kasta paling rendah.
Pada 2007, Komisi Ranganath Mishra melaporkan bahwa tingkat pengangguran yang tinggi dan kurangnya pendidikan telah mengakibatkan jeleknya kualitas sosio-ekonomi umat Muslim, dan direkomendasikan bahwa 10 persen dari pekerjaan di pemerintahan dan posisi di institusi pendidikan layaknya disisihkan untuk komunitas tersebut.
Selanjutnya kantor Perdana Menteri tersebut menyiapkan 15 poin rencana pengembangan pendidikan untuk minoritas dan kementrian pengembangan sumberdaya manusia diminta untuk mengimplementasikan program tersebut.
Namun beberapa hari sebelum rencana Pemilu diumumkan bulan lalu, kementerian SDM menyatakan bahwa rencana tersebut jauh di belakang terget, tingkat kesuksesannya hanya 31 persen.
Namun sikap pemerintah sepertinya berubah. Hanya dua jam setelah mengambil alih kementerian SDM, Kapil Sibal mengajak semua pekerjanya untuk menyiapkan rencana kerja implementasi tersebut. Menurut sebuah sumber dari kantor Perdana Menteri yang berbicara pada koran Telegraph, rekomendasi dari kementrian telah menyiapkan rencana pembukaan lima universitas dan 4.000 sekolah dasar di daerah berpenduduk Muslim, membuka departemen khusus untuk mempromosikan pengembangan skill, pelatihan yang beroientasi pada target untuk mengembangkan pekerjaan di bidang industri dan pencanangan lebih banyak beasiswa.
Sementara banyak Muslim berharap bahwa pemerintah akan berharap untuk meningkatkan kualitashidup mereka, beberapa pemimpin komunitas bersifat skeptis atas kemungkinan terealisasinya janji tersebut..
"Pemerintah menyadari fakta bahwa nasionalis Hindu akan marah jika kaum Muslim diberikan kemudahan dalam banyak hal. Ini adalah negara berpenduduk mayoritas Hindu."
"Ketakutan akan alienasi dari banyak pemilih Hindu dan perlawanan dari kelompok Hindu nasionalis, pemerintah pada akhirnya tidak akan merealisasikan janji mereka," menurut Khan.
Sementara program 15 poin Perdana Menteri tersebut telah disetujui pada 2006, partai Hindu Nasionalis BJP menentangnya, menyebutnya "pendanaan komunal" dan sebuah upaya untuk memecah belah masyarakat dalam sekat religius.
Beberapa pemimpin BJP juga menuduh koalisi melakukan upaya "politik uang" dengan cara "memenangkan" suara minoritas.
Khan menyatakan bahwa hal ini tidaklah lebih dari kasus permintaan minoritas, namun juga upaya yang menguntungkan seluruh negeri.
"Rekomendasi untuk memajukan kaum Muslim berasal dari komisi institusi pemerintah sebagai sebuah upaya logis untuk membantu komunitas tersebut berkembang, yang merupakan tujaun dari negara ini. Jika pemerintah tidak menjalankan hal ini maka rekomendasi komisi [Ranganath Mishra] sama halnya dengan penyangkalan keadilan bagi kaum Muslim," menurut Khan.
Minggu ini, Salman Khursid – menteri pendanaan minoritas negara tersebut dan pemimpin Kongres senior, menyatakan bahwa kuota adalah "pedang bermata dua" yang dapat menciptakan "rasa iri, perlawanan, dan kekerasan" dan aksi yang menunjukkan persetujuan pada akhirnya hanya akan menimbulkan kompetisi dibandingkan keuntungan bagi Muslim.
"kenapa kita harus mengikuti standar kuota? Masih banyak hal yang bisa dilakukan. Jika pada akhirnya tidak ada, maka barulah kita kembali membicarakan kuota. Mari kita melihat dari sudut yang lain," Kurshid kepada Indian Express.
Jawed Shaikh, profesor teknik dan presiden Rashtriya Muslim Bahujan Parishad – sebuah organisasi yang menentang upaya yang memandang rendah komunitas di Nagpu – menyatakan bahwa pandangan Khursi menyarankan pada pemerintah untuk tidak menetapkan kuota untuk Muslim.
Kuota telah diperkenalkan untuk kelompok minoritas lain, termasuk kasta rendah dan suku tertentu dan "komunitas terbelakang", dan mereka bekerja, menurutnya."jadi, kenapa dalam kasus Muslim, apakah Khurshid berpikir bahwa kuota bukanlah solusi?" menurutnya.
"Saya rasa, pemerintah tidak sedang berupaya mengimplementasikan rekomendasi komisi Ranganath Mishra. Jika pada akhirnya hal itu yang memang terjadi, maka pemerintah sama halnya dengan mengkhianati kaum Muslim."
Syed Mohammad Noorur Rahman Barkati, seorang pemuka agama di Kolkata yang mengajak Muslim untuk memilih dalam kongres dan sekutunya, menyatakan bahwa pemerintah akan membuat kesalahan jika mereka mengacuhkan komunitas Muslim lagi.
"Setelah kerenggangan selama dua dekade, Muslim akhirnya mulai percaya pada kongres. Sekarang tergantung pada partai yang ada untuk merealisasikan janji mereka," kata Maulana Barkati.
"Jika pemerintahan yang dipimpin kongres tetap tidak menganggap Muslim lagi dan gagal untuk membuktikan janji mereka, kaum Muslim pasti tidak akan memilih kongres lagi pada Pemilu selanjutnya."
Sumber : www.suaramedia.com
0 komentar:
Posting Komentar